blog.1.image
Edukasi
03 Juni 2021 08:06

Sejarah Asuransi Syariah

Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal, walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal di masa Islam, akan tetapi dalam historisitas Islam, terdapat beberapa aktifitas dari kehidupan pada masa Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sitem aqilah.

            Menurut Muhammad Syakir Sula dalam bukunya, disebutkan bahwa sistem aqilah menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of Islam, merupakan suatu kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh saudara terdekat pembunuh tersebut yang disebut aqilah, harus membayar uang darah atas nama pembunuh.

            Sistem tersebut tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah, SAW., kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada masa awal Islam, sistem tersebut dipraktikkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sistem aqilah adalah sistem menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.

            Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan asuransi syariah tidak terlepas adanya asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujudnya asuransi syariah terdapat berbagai macan asuransi konvensional yang rata-rata dikendalikan oleh non muslim. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam, asuransi konvensional hukumnya haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengadung unsur ghararmaysir dan riba. Pendapat ini disepakati oleh banyak ulama terkenal seperti yusuf Qaradhawi (Guru besar Universitas Qatar), Sayyid Sabiq, Abdullah al Qalqili, Muhammad Bakhil al Muthi’ie (Mufti Mesir 1854-1935), Abdul Wahab Khalaf, dll., namun demikian karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian yang lain dari mereka membolehkan beroperasinya asuransi konvensional.

            Di Malaysia pernyataan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972. Hal tersebut disampaikan oleh Jawataan Kuasa Fatwa Malaysia, begitu juga dengan Jawatan Fatwa Kecil Malaysia dalam kertas kerjanya yang menyatakan bahwa asuransi masa kini cara pengelolaan barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan operasi Islam.

            Atas landasan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa dihindari dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Berdasarkan hasil analisa terhadap hukum atau syariat Isalam ternyata di dalam ajaran Islam memuat substansi perasuransian. Asuransi yang termuat dalam substansi hukum Islam tersebut ternyata dapat menghindarkan prinsip operasional asuransi dari unsur ghararmaisir dan riba.

            Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang mengendalikan asuransi berlandaskan syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga berbagai perusahaan bukan Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi syariah.

            Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau negara Islam atau di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syarian islamic insurance Co. Ltd. Di Sudan dan Islamic Insurance Co. Ltd. Di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diiukuti oleh berdirinya dar al mal al-islami di Genewa, swiss dan takaful Islami di Luxemburg dll. Sampai akhirnya di Malaysia berdiri Syariat Takaful Sendirian Berhad tahun 1983. Di Indonesia sendiri asuransi takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT. Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi Takaful Umum pada tahun 1995.

            Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991. Dengan beroperasinya bank-bank syariah dirasakan kebutuhan akan dihadirkannya jasa asuransi yang berdasarkan syariah pula. Berdasatkan pemikiran tersebut ikataan cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui yayasan Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi takaful dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI).

            TEPATI itulah yang kemudian menjadi perumus dan perealisir dari berdirinya asuransi takaful Indonesia dengan mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) dan PT Asuransi Umum (asuransi kerugian). Pendirian dua perusahaan asuransi tersebut dimaksudkan untuk memenuhi pasal 3 UU Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi kerugian harus didirikan secara terpisah.

            Langkah awal yang dilakukan TEPATI dalam membentuk asuransi yang berdasarkan syariah adalah melakukan studi banding ke syariakat takaful malaysia sendirian berhad Kuala Lumur pada tanggal 7 sampai dengan 10 September 1993. Hasil studi banding ini diseminarkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1993 yang merekomendasikan untuk segera dibentuk Asuransi Takaful Indonesia. Kemudian TEPATI merumuskan dan menyusun konsep asuransi takaful serta mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mendirikan sebuah perusahaan asuransi. Akhirnya tanggal 23 Agustus 1994, Asurandi Takaful Indinesia berdiri secara resmi. Pendirian ini dilakukan secara resmi di Puri Agung Room Hotel Syahid, Jakarta. Izin operasionalnya diperoleh dari Departemen Keuangan melalui surat Keputusan nomor Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4 Agustus 1994.

            Perkembangan asuransi syariah di Indonesia termasuk hitungan terlambat dibanding dengan perkembangan asurandi syariah di luar negeri. Pada akhir abad ke 20 negara non muslim telah membuka perusahaan asuransi yang bernuansa Islam seperti Turki dengan berdirinya perusahaan Ihlas Sigarta As (1993),. Asutralia dengan berdirinya Takaful Australia (1993), Bahamas dengan berdirinya perusahaan asuransi Islam Takaful & Re-Takaful (1993), Ghana dengan berdirinya Asuransi Metropolitan Insurance Co. Ltd. (1993), dll.

            Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh beroperasi sebagai perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum dan Asuransi Mubarakah. Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang syariah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta, beringin Life, Bumi Putra, Dharmala dan Jasindo.

            Perkembangan asuransi syariah di masa yang diharapkan akan terus berkembang, seiring dengan membaiknya perkembangan ekonomi dunia, khususnya di Indonesia. Meskipun perusahaan syariah di Indonesia masih terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam, diharapkan di waktu yang akan datang produk-produk asuransi yang bernilai syariah dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Diharapkan pula, ada perusahaan asuransi konvensional dalam operasionalnya kepada prinsip syariah yang mendasarkan operasionalnya kepada prinsip tolong-menolong dan kejujuran yang sempurna.

 

Sumber: http://www.pa-amuntai.go.id/artikel-pengadilan/521-asuransi-syariah.html
Penulis: Syaiful Annas, S.H.I., M.Sy.

Share this article:

Berdasarkan Kategori

Label