blog.1.image
Edukasi
03 Juni 2021 09:06

Prinsip Dasar Asuransi Syariah

Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala birri wa al-taqwa (tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa), dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takaful (saling menanggung) bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.

            Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi takaful ditegakkan atas tiga prinsip utama:

  1. Saling bertanggung jawab

            Yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah. Hal ini dapat diperhatikan dari hadits-hadits berikut:

setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap orang-orang di bawah tanggung jawab kamu” (HR. Bukhari dan Muslim)

kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara satu dengan lain seperti satu tubuh (jasad) apabila satu dari anggotanya tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh” (HR. Bukhari dan Muslim).

seorang mukmin dengan mukmin lainnya (dalam satu masyarakat) seperti sebuah bangunan dimana tiap-tiap bagian dalam banguna itu mengukuhkan bagian-bagian yang lain” (HR Bukhari dan Muslim).

seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri” (HR. Bukhari).

           

Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang  beriman, taqwa dan harmonis. Dengan prinisp ini, maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT dalam al-Quran dan Rasulullah SAW. dalam al-Sunnah tentang kewajiban untuk tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri semata tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.

  1. Saling bekerja sama atau saling membantu

            yang berarti di antara peserta asuransi takaful yang satu dengan lainnya saling bekerja sama dan saling tolong-menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang dideritanya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 2 dan hadits Nabi yang mengajarkan bahwa orang yang meringankan kebutuhan hidup saudaranya akan diringankan kebtuhannya oleh Allah. Allah akan menolong hamba-Nya selagi ia menolong saudaranya.

  1. Saling melindungi penderitaan satu sama lain.

            yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan beroeran sebagai pelingdung bagi peserta lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Quraisy ayat 4 yang artinya (Allah) telah menyediakan makanan untuk menghilangkan bhaya kelaparan dan menyelamatkan/mengamankan mereka dari mara bahaya ketakutan”, Firman Allah QS. Al- Baqarah ayat 126 yang artinya “ketika Nabi Ibrahim berdoa ya Tuhanku jadikanlah negeri ini aman dan selamat”.

            Di antara sabda Rasulullah yang mengandung maksud perlunya saling melindungi adalah:

Maksud Hadits: “sesungguhnya seseorang yang beriman ialah siapa yang boleh memberi keselamatan dan perlindungan terhada harta dan jiwa raga manusia

Maksud hadits: “Rasulullah bersabda: demi diriku dalam  kekuasaan Allah, bahwa siapa pun tidak perlu masuk surga kalau tidak memberi perlindungan jirannya yang terhimpit”.

Maksud hadits: “tidaklah sah iman seseorang itu kalau ia tidur nyenyak dengan perut kenyang sedangkan jirannya menatap kelaparan”.

            Dengan begitu maka asuransi takaful (syariah) merealisir perintah Allah SWT dalam al-Quran dan Rasulullah SAW dala  sunnah tentang kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat.

            Karnaen A. Perwataatmadja sebagaimana dikutip oleh Gemala Dewi mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, beliau menambahkan satu prinsip dari prinsip yang telah ada takni prinsip menhindari unsur-unsur ghararmaysir, dan riba. Sehingga terdapat 4 prinsip syariah yakni:

  1. Saling bertanggung jawab
  2. Saling bekerja sama atau saling membantu
  3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan
  4. Menghindari unsur ghararmaysir dan riba.

            Terdapat beberapa solusi untuk mensiasati agar bentuk usaha asuransi terhindar dari unsur gharar, maisir dan riba.

  1. Gharar (uncertainly) atau ketidakpastian ada 2 bentuk:
  2. Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. Secara konvensional, kontrak atau perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategotikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan beraoa yang diterima. Keadaan ini menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep syraiah keadaan ini akan lain karena akad yang digunakan adalah akad takafuli atau tolong- menolong dan saling menjamin di mana semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya.
  3. Sumber dana pembayaran kalim dan keabsahan syar’i penerima uang klim itu sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, peserta tidak mengetahui dari mana uang pertanggungan yang diberikan oleh perusahaan asuransi berasal. Peserta hanya tahu jumlah pembayaran kalim yang akan diterimanya. Dalam konsep takaful, setiap pembayaraan premi sejak awal akan dibagi dua, masuk ke rekening pemegang polis dan satu lagi dimasukkan ke rekening khusus peserta yang harus diniatkan tabarru’ atau derma untuk membantu saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana klaim dalam konsep takaful bisa diambil dari dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh para peserta.
  4. Maysir (gambling) artinya ada salah satu pihak yang untung namun di pihak lain justru megalami kerugian. Unsur ini dalam asuransi konvensional terlihat apabila selama masa perjanjian perseta tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan, keuntungan diperoleh ketika perserta yang belum lama menjadi anggota (jumlah premi yang disetor sedikit) menerima dana pembayaran klaim yang jauh lebih besar. Dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah selama menjadi peserta, maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang dimasukkan ke dalam dana tabarru’.
  5. Unsur riba tercermin dalam cara perusahaan asuransi kpnvensional melakukan usaha dan investasi di mana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan prinip bagi hasil, terutama mudharabah dan musyarakah.

            Dalam AM. Hasan Ali, MA, dengan mengutip dari MA. Coudhury dalam bukunya Contribution to Islamic Ekonomic Theory, prinsip dasar tersebut ditambah 5 lagi sehingga menjadi 9 prinsip dasar, yaitu:

  1. Tauhid (unity), prinsip ini adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasakan pada nilai-nilai tauhidy. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Sebagaimana firman Allha dalam QS al-Hadid (57) ayat 4 yang artuinya berbunyi “... dan Dia selalu bersamamu dimana pun kamu berada”.
  2. Keadilan (justice), dalam asuransi syariah harus terpenuhi neilai-nilai kadilan antara para pihak yang terkait dengan akad asuransi tersebut. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai uaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi.
  3. Kerja sama (cooperation), prinsip ini selalu ada karena merupakan prinsip universal dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari khaliq-Nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi, mempunyai dua wajah yanh tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
  4. Amanah (trustworthy), prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberikan kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Prinsip ini juga berlaku bagi nasabah untuk mneyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memenipulasi kerugian (peril) yang menimpa dirinya.
  5. Kerelaan (al-Ridha), dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan jumlah dana yang disetornya ke perusahaan asuransi yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru’).
  1. Struktur Kelembagaan dan Badan Hukum Asuransi Syariah di Indonesia

Struktur kelembagaan asuransi syariah secara garis besar sama dengan asuransi secara umum yakni adanya Komisaris, Direksi, Direktur Utama, Direktur Tkeni, Direktur Umum dan Keuangan, Direktur Pemasaran dan lain-lain, akan tetapi hal yang membedakkan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional, selain tidak adanya riba di asuransi syariah, juga adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) dalam asuransi syariah. Dalam struktur organisasinya DPS berperan mengawasi kinerja asuransi syariah agar tidak melakukan hal yang bertentangan dengan fatwa MUI. Selain ada DPS, ada dewan komisaris dan dewan direksi.

Tugas DPS dalam asuransi syariah adalah sesuai dengan (Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001), yaitu:

  1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
  2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
  3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalamsatu tahun anggaran.
  4. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN dalam asuransi syariah DPS setara dengan Dewan Komisaris, perbedaannya, dewan komisaris akan mengawasi kinerja asuransi syariah, sedangkan dewan syariah akan mengawasi system dan mekanisme yang diharuskan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah dan bertentangan dengan Fatwa MUI.

Badan hukum asuransi syariah di Indonesia yang selama ini beroperasi adalah berbentuk Perseroan Terbatas (PT), hal tersebut bisa dilihat seperti keberadaan PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) dan PT Asuransi Umum (asuransi kerugian).

Share this article:

Berdasarkan Kategori

Label