Media Asuransi – Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri asuransi berbasis syariah. Sebagai asosiasi yang menaungi industri asuransi berbasis syariah, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) optimistis seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk muslim di Indonesia yang mencapai lebih dari 140 juta jiwa memiliki potensi yang besar.
Meskipun pada kenyataannya, kesadaran atas asuransi berbasis syariah masih terbilang lebih kecil dari konvensional. Namun itu tidak menghalangi optimisme yang dibangun industri asuransi syariah. Salah satu yang perlu didorong adalah pemahaman tentang istilah-istilah dalam asuransi syariah yang sebagian besar masyarakat awam tidak mengetahui atau tidak mengenalnya bahkan tidak mengerti perbedaannya.
Untuk itu, Media Asuransi akan membahasnya dalam kajian kali ini untuk memperkenalkan istilah-istilah dalam asuransi syariah, yang dikutip dari berbagai sumber. Sebelum melangkah ke hal pokok perlu diketahui terlebih dahulu apa itu asuransi syariah dan beleid yang mengaturnya agar pemahaman tentang Asuransi syariah dapat dibangun dari hal yang umum terlebih dahulu.
Sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/ DSN-MUI/ X/ 2001, asuransi syariah merupakan sebuah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Akad (perjanjian) yang sesuai dengan syariah dalam definisi tentang asuransi syariah tersebut adalah tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan maksiat. Hal-hal inilah yang dibangun asuransi syariah dengan memberikan jaminan dari sisi kehalalan dalam investasinya.
Layaknya asuransi konvensional, asuransi syariah juga terdapat banyak pilihan jenis asuransi, mulai dari kesehatan dan asuransi jiwa yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Asuransi syariah juga memberikan perlindungan atas risiko terhadap jiwa, raga, harta, dan keluarga yang tentunya berasaskan syariah dan penuh keberkahan.
Umumnya asuransi konvensional dan syariah memiliki perbedaan dalam pelaksanaannya atau praktiknya. Untuk dapat memahami proses dan prosedurnya, sebaiknya memahami istilah, pengertian dan prosedurnya. Antara lain:
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah semua bentuk akad atau perjanjian yang dilakukan untuk tujuan komersial. Dalam konteks asuransi, akad ini merupakan kesepakatan kedua belah pihak yang selanjutnya akan jadi aturan dasar untuk semua hal yang berlaku pada asuransi syariah yang dibeli.
2. Akad Tabarru’
Tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial atau sumbangan. Dana Tabarru’ ini adalah dana yang disetorkan oleh peserta asuransi syariah dan akan digunakan untuk membantu peserta lain jika terjadi sebuah risiko tertentu. Jadi pada dasarnya, setiap peserta akan menolong peserta lain dalam asuransi syariah ini dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pengelola dana nasabah.
3. Akad Mudharabah
Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (peserta). Peserta memberikan kuasa kepada pengelola (perusahaan asuransi) untuk mengelola dana tabarru’ dan/atau dana investasi peserta, sesuai dengan kuasa dan wewenang yang diberikan dengan mendapatkan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati bersama.
4. Akad Mudharabah Musytarakah
Akad Mudharabah Musytarakah, merupakan perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah. Sesuai akad ini, perusahaan asuransi berperan sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana peserta. Modal atau dana perusahaan asuransi dan dana peserta diinvestasikan secara bersama-sama dalam portofolio. Hasil investasi dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dan peserta (sebagai shahibul mal) sesuai dengan nisbah yang disepakati atau dibagi secara proporsional antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan peserta berdasarkan porsi modal atau dana masing-masing.
5. Ujrah
Ujrah dapat diartikan sebagai upah. Sesuai fungsinya dalam asuransi syariah, perusahaan asuransi syariah bertugas mengelola dana peserta, untuk itu atas jasanya dalam pengelolaan dana peserta tersebut perusahaan asuransi akan mendapatkan ujrah/upah.
6. Wakalah
Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Wakalah artinya wakil. Dalam konteks asuransi syariah, biasanya ada yang dinamakan sebagai akad wakalah bil ujrah, yang artinya akad untuk memberikan kuasa (mewakilkan) dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan ujrah (upah). One
Sumber: